Yusuf, Maulana (2024) Hak Waris Pasangan Yang Menikah Di Bawah Tangan Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif (Tinjauan Atas Keadilan Hukum Islam). Magister thesis, UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten.
|
Teks
S_HKI_212611006_COVER.pdf Download (104kB) | Pra Tinjau |
|
|
Teks
S_HKI_212611006_LAMPIRAN DEPAN.pdf Download (759kB) | Pra Tinjau |
|
|
Teks
S_HKI_212611006_BAB 1.pdf Download (407kB) | Pra Tinjau |
|
Teks
S_HKI_212611006_BAB 2.pdf Restricted to Hanya staf repositori Download (712kB) |
||
Teks
S_HKI_212611006_BAB 3.pdf Restricted to Hanya staf repositori Download (120kB) |
||
Teks
S_HKI_212611006_BAB 4.pdf Restricted to Hanya staf repositori Download (737kB) |
||
|
Teks
S_HKI_212611006_BAB 5.pdf Download (78kB) | Pra Tinjau |
|
|
Teks
S_HKI_212611006_DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (362kB) | Pra Tinjau |
Abstrak
Sebuah pernikahan yang sah melahirkan hak dan kewajiban antara pasangan suami istri. Status pernikahan yang sah melahirkan hubungan kekerabatan antara keluarga suami istri dan hak- hak yang timbul paska pernikahan seperti nafkah dan saling mewarisi. Dalam hukum Islam jika terpenuhi rukun dan syarat sebuah pernikahan maka berlaku juga hak dan kewajiban yang timbul paska pernikahan tidak terkecuali seputar hak saling mewarisi. UU No. 16 Tahun 2019 dan Inpres no. 1 tahn 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam menjadikan pencatatan pernikahan di sebuah lembaga resmi sebagai salah satu syarat sebuah pernikahan yang berstatus sah di mata agama dan sah dimata hukum. Pernikahan yang tidak tercatat (sirri) menjadikan hilangnya hak-hak paska pernikahan di mata hukum, satu diantaranya adalah hak terkait kewarisan. Hukum Positif mengharuskan adanya pencatatan resmi dari sebuah pernikahan agar memiliki status legal di mata hukum bagi pasangan yang terlanjur menikah di bawah tangan di haruskan melakukan isbat nikah guna mendapatkan hak kewarisannya. Namun problematika yang terjadi adalah jika isbat yang diajukan adalah isbat poligami. Karena berdasarkan SEMA no. 3 tahun 2018 menolak adanya pengajuan isbat nikah guna mendapatkan hak-hak dari pasangan suami istri sehingga menjadikan suami istri tidak dapat saling mewarisi. Asas Ijabari (paksaan) dan tabbudi (penghambaan) merupakan dua diantara sekian asas kewarisan yang mengharuskan bahwa kewarisan haruslah di tunaikan kepada ahli waris, hal ini bertentangan dengan konsep keadilan dalam Islam agar setiap orang mengharuskan menerima hak dan kewajibannya. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana hak waris bagi pasangan yang menikah di bawah tangan dalam perspektif hukum Islam dan hukum Positf? 2) Bagaimana status keabsahan pernikahan bawah tanga (sirri) dalam tinjauan hukum Islam dan hukum positif yang berlaku di Indonesia? 3) Bagaimana hak waris pasangan pernikahan bawah tangan dalam perspektif keadilan hukum Islam ? Tujuan dalam penelitian ini adalah: 1) Mendeskripsikan dan mengkaji hak waris pasangan suami istri yang menikah di bawah tangan dalam perspektif hukum Islam dan hukum Positif. 2) Mengkaji dan menganalisa status keabsahan pernikahan bawah tangan (sirri) dalam tinjauan hukum Islam dan hukum positif. 3) Mneganalisa hak waris pasangan pernikahan bawah tangan dalam perspektif keadilan Islam. Penelitian ini berjenis kualitatif dengan metode studi kepustakaan (Library Reserach) dan menggunakan pendekatan penelitian yuridis normatif, di mana penulis mengadakan penelitian dengan mengkaji dokumen atau naskah-naskah aturan hukum dan peraturan perundang-undangan dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat analisis perbandingan. Tehnik pengumpulan data dengan menggunakan studi kepustakaan yang mencakup bahan hukum primer, sekunder dan dokumen-dokumen perundang-undangan. Pengolahan data yang digunakan yaitu menggunakan metode-metode interpretasi hukum seperti penafsiran sistematis, penafsiran perbandingan hukum, dan penafsiran teleologis untuk menentukan keimpulan-kesimpulan dalam perbandingan hukum. Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1) Hukum Islam mengharuskan suami istri saling mewarisi sebgai akibat pernikahan yang sah meskipun belum tercatat dalam lembaga pencatatan, sedangkan hukum positif mengharuskan pernikahan yang sah secara agama dan ketentuan hukum dalam hal ini pencatatan agar suami istri mendapatkan hak saling mewarisi. 2) Keabsahan sebuah pernikahan dalam Islam diakui dengan terpenuhinya syarat dan rukun yang ada, sedangakan hukum positif baik yang tertuang dalam UU Perkawinan tahun 2019 dan KHI mengharuskan adanya sebuah pencatatan oleh lembaga resmi agar sebuah pernikahan berstatus sah dimata agama dan hukum. 3) Penikahan di bawah tangan tidak dapat saling mewarisi hingga proses pengajuan pencatatan isbat nikah, terlebih dengan adanya SEMA no. 3 tahun 2018 yaitu penolakan isbat poligami sehingga menjadikan pasangan pernikahan di bawah tangan tidak dapat saling mewarisi hal ini bertolak belakang dengan keadilan hukum Islam terlebih kaidah Ijba>ri dan Taabbudi yang terkandung dalam asas hukum waris Islam
Tipe Item/Data: | Skripsi/Tesis/Disertasi (Magister) |
---|---|
Kata Kunci (keywords): | Waris, Sirri, Keadilan. |
Subjek: | 300 Ilmu Sosial, Sosiologi & Antropologi > 340 Hukum |
Divisi: | Magister > Hukum Keluarga Islam |
User Penyetor: | S.S.I Fadhilah Nurinsani Hidayat |
Tanggal Disetorkan: | 18 Mar 2024 07:31 |
Perubahan Terakhir: | 18 Mar 2024 07:31 |
URI: | http://repository.uinbanten.ac.id/id/eprint/14319 |
Actions (login required)
Lihat Item |