Abdullah, Ru’fah (2017) Status Hukum Anak dari Pernikahan Siri (Analisis Pasal 42 dan Pasal 55 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 7 KHI). Tidak Dijelaskan. (Tidak Terbit (Unpublished))
|
Teks
Status Hukum Anak dari Pernikahan Siri.pdf Download (1MB) | Pra Tinjau |
|
|
Teks (Turnitin)
Status Hukum Anak dari Pernikahan Siri-Turnitin.pdf Download (13MB) | Pra Tinjau |
|
|
Teks (Peer Review)
Status Hukum Anak dari Pernikahan Siri-Peer Review.pdf Download (631kB) | Pra Tinjau |
|
|
Teks
SK Penelitian 2017.pdf Download (1MB) | Pra Tinjau |
Abstrak
Dalam fiqih tidak menyebutkan definisi nikah sirri secara lughat atau secara istilah, Islam menganjurkan nikah itu harus i’lan, dan untuk selanjutnya diadakan walimah walaupun hanya menyembelih seekor kambing. Tujuannya pernikahan tersebut untuk diketahui oleh halayak ramai, bahwa antara si A dan si B itu sudah akad nikah (suami istri). Islam mengnjurkan nikah itu sesuai dengan syarat rukunnya, yaitu antara lain, adanya calon mempelai laki-laki, mempelai perempuan, dua orang saksi, Wali dari pihak istri yang mempunyai wewenang sebagai wali (ayah mempelai perempuan). Dengan telah terpenuhinya syarat dan rukun tersebut maka sahlah pernikahannya. Akan tetapi karena Indonesia telah memiliki Perundang-undangan tentang pernikahan, maka pernikahan sirri itu dianggap merugikan perempuan dan anaknya. Ketika seorang perempuan dinikahi secara sirri oleh laki-laki, maka tidak mendapatkan akta nikah yang berfungsi sebagai kekuatan hukum. Demikian juga anak yang dilahirkan, karena bukti surat nikah kedua orang tuanya tidak ada, maka susah untuk membuat Akta kelahiran. Lebih rumit lagi jika pasangan suami sirri itu telah mempunyai istri dan anak. Ketika suami sirri itu meninggal, pertama, istri pertama tidak mengakui istri dan anak sirri, karena mersa tidak pernah dimintai persetujuan ketika suaminya akan nikah lagi, kedua, Istri kedua tidak bisa membuktikan bahwa ia sebagai istrinya karena akibat sirri. ketiga:anak menjadi korban akibat sirri, akta kelahiran dipermalukan, ayah tidak jelas warispun disengketakan. Akan tetapi permasalahannya karena dalam fiqih nikah adalah sah sesuai syarat rukunnya, maka jika tidak mengakui kehadiran istri dan anak sirri dari suaminya, maka akan lebih bahaya, seolah-olah melegalkan perzinahan. Alangkah baiknya jika nikah sirri itu dibatalnya secara Undang-undang, hawatir diselewengkan oleh para laki-laki yang tidak tanggung jawab, sedangkan resikonya numpuk pada wanita.Akibat sirri istri tidak memiliki surat nikah, demikian pula anak tidak jelas dengan ayah sirrinya, dan ini merupakan kekosongan hukum.
Tipe Item/Data: | Lainnya |
---|---|
Subjek: | 2x4 Fiqh > 2x4.3 Hukum Perkawinan / Munakahat |
User Penyetor: | S.IPI Tsulatsiah Andi |
Tanggal Disetorkan: | 31 Jan 2023 02:06 |
Perubahan Terakhir: | 23 Jan 2024 03:47 |
URI: | http://repository.uinbanten.ac.id/id/eprint/11170 |
Actions (login required)
Lihat Item |